dok. pementasan teater "suara-suara gelap (dari ruang dapur)
oleh kala teater, 19 Juli 2019.

Saya sedang menempuh kuliah magister di jurusan ilmu ekonomi, sebelum perkuliahan calon mahasiswa/ mahasiswi diminta untuk ikut kuliah matrikulasi. Setelah enam kali pembelajaran, seorang dosen pada mata kuliah makro memberikan ujian matrikulasi. Salah satu pertanyaannya. "Anggaplah jika seorang wanita menikah dengan majikannya. Setelah mereka menikah, isterinya juga mendukung seperti sebelumnya. Apakah pernikahan itu mempengaruhi GDP (Gross Domestic Product) ? Bagaimana pernikahan ini mempengaruhi GDP ? Jelaskan !"

Hal pertama yang terlintas di kepala saya adalah cerita drama-drama di televisi yang menampilkan sebuah kisah cinta antara majikan dan asisten rumah tangga, dengan adegan-adegan romantis tentu disertai dengan halang-rintang yang menjadi konflik drama namun berakhir bahagia. Kembali ke pertanyaan ujian, jawabannya adalah pernikahan antara seorang wanita dengan majikannya akan mempengaruhi GDP (Gross Domestic Product)  atau dalam bahasa Indonesia disebut Pendapatan Domestik Bruto (PDB)

PDB adalah sebuah metode yang digunakan oleh banyak negara untuk mengukur barang atau jasa yang di produksi di dalam suatu negera, tanpa peduli apakah barang tersebut diproduksi oleh perusahaan nasional atau asing, hasil pengukuran tersebut adalah sebuah angka yang seharusnya naik di masa baik atau turun di masa buruk. Dalam rumus ekonomi berikut :

PDB = konsumsi + investasi + belanja pemerintah + ekspor - impor

Rumusan PDB di atas tidak hanya menghitung jumlah barang atau jasa, tetapi menghitung nilai pasar - nya. Nilai pasar ini hanya bisa diukur melalui harga. Sehingga label harga merupakan sombol PDB yang paling utama. Apa yang tidak diberi harga, apa yang tidak melibatkan transaksi finansial formal yang didasari oleh uang, tidak masuk dalam hitungan, tak peduli betapa pentingnya hal tersebut seperti kebijaksanaan, kebaikan hati, keberanian, bahkan rasa cinta tanah air.

PDB merupakan ikon populer pertumbuhan ekonomi, yang sepanjang abad ke-20 terdapat asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi sma artinya dengan kemajuan: asumsi naiknya PDB berarti kehidupan pasti menjadi lebih baik. Sehingga negara-negara mengejar perubahan angka PDB menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Pada tanggal 05 Agustus 2025, Badan Pusat Statistik Indonesia merilis laporan pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II-2025, yang saya kutip dari laman website BPS Indonesia  bahwa "ekonomi Indonesia triuwulan II-2025 terhadap triwulan II-2024 mengalami pertumbuhan 5,1 persen (y-on-y). Hal ini menimbulkan banyak pertanyaan dari berbagai pihak yang menganggap bahwa angka tersebut tidak sejalan dengan realitas di masyarakat seperti  angka kelas menengah yang semakin turun, berita peningkatan PHK, dan pelemahan daya beli masyarakat.

Namun perlu kita ketahui bersama bahwa walaupun pertumbuhan ekonomi naik tinggi, kita belum tentu merasa puas dan bahagia dengan kehidupan kita dibandingkan yang kita rasakan sebelumnya.

Semoga saja wanita yang menikahi majikannya diberkahi dengan kebahagian. Jasa rumah tangga yang diberikan oleh seorang pembantu rumah tangga yang diupah akan dihitung dalam metode perhitungan PDB pada unsur konsumsi namun tidak diberikan oleh seorang ibu rumah tangga. Perubahan status dari seorang yang pada awalnya adalah pekerja yang menerima upah dari majikannya (konsumsi jasa) termasuk dalam perhitungan PDB menjadi seorang ibu rumah tangga yang tetap mengerjakan pekerjaan domestik, namun karena tidak melibatkan transaksi finansil/uang sehingga layanan rumah tangga yang dilakukan dalam hubungan pernikahan dianggap sebagai produksi rumah tangga yang tidak dibayar.

Dalam sistem kapitalisme, hanya produksi pabrik yang dianggap sebagai aktivitas yang menciptakan nilai gina dan nilai tukar. Bahkan, pada era kapitalisme awaln, perempuan dipaksa berada di rumah untuk menciptakan dan merawat tenaga kerja tetapi dinilai tidak memiliki nilai dari sudut pandang ekonomi dan tidak dikategorikan sebagai kerja. Hal ini membuat perempuan tidak pernah mendapatkan upah dari hasil kerja perawatan atas tenaga kerja yang berupa keluarganya.

Kondisi ini yang membuat para perempuan kesulitan mendapatkan akses modal sehingga mengakibatkan patriarki tidak pernah padam.

Sudah waktunya masyarakat memahami bahwa perempuan/laki-laki yang melakukan pekerjaan rumah tangga atau merawat keluarga adalah seorang pekerja seperti halnya dengan para pekerja di kantor, di pabrik, di pasar, dan semua jenis pekerja,

Sumber referensi:
Fioramonti, Lorenzo, 2017. Problem Domestik Bruto, ed. ke-1. Terjemahan: Lita Soerjadinata. Marjin Kiri, Tangerang Selatan. 220 hal.

Jurnal Perempuan vol.28 N0.3, Desember 2023.

Website Badan Pusat Statistik https://www.bps.go.id/id/pressrelease/2025/08/05/2455/ekonomi-indonesia-triwulan-ii-2025-tumbuh-4-04-persen--q-to-q---5-12-persen--y-on-y---semester-i-2025-tumbuh-4-99-persen--c-to-c--.html




Bagian Pertama :
Sebelum wabah coronavirus, tidak ada satupun rapat yang saya hadiri dengan virtual semua dilakukan tatap muka di ruang rapat. Hampir tidak memungkinkan membawa pekerjaan saat rapat karena hanya pegawai tertentu yang memiliki laptop, saya bekerja di depan komputer, semua dokumen pekerjaan ada di sana. Jika saya membawa komputer berpindah ke ruang rapat tentu saja merepotkan saya, dedikasi terhadap pekerjaan tidak perlu terlalu berlebihan. Maka, demi menjaga keseimbangan antara pekerjaan dengan rapat, setiap karyawan berbagi peran, dan rapat tidak serutin pekerjaan harian. Mereka yang menghadiri rapat tatap muka tentu saja memberikan semua perhatiannya pada pembahasan penyebab rapat tersebut dilangsungkan. 
Kenormalan tersebut berubah saat wabah coronavirus memaksa orang-orang harus hidup dalam keterbatasan berinteraksi dengan manusia lain untuk menekan penyebaran demi menimalkan jumlah kematian hingga manusia menemukan obat/penangkal agar melewatinya. Namun, jika manusia berlindung di rumah masing-masing secara penuh tanpa berinteraksi dengan manusia lain, selain akan menyalahi kodrat manusia sebagai makhluk sosial, yang terpenting ekonomi tidak akan menjalankan fungsinya. Kemungkinan kematian karena kegagalan ekonomi akan lebih besar dibandingkan kematian karena terjangkit coronavirus.
Manusia harus tetap bekerja, perekonomian harus berputar walaupun dalam keterbatasan, mendorong kemajuan teknologi hingga terintegrasi dalam kehidupan manusia. Saya teringat dengan bacaan yang membahas tentang manusia yang bermimipi dengan kemajuan teknologi, robot-robot akan menggantikan pekerjaan, manusia akan hidup dengan menikmati hal-hal yang disukai di dunia. Saat manusia menemukan surel (surat elektronik), manusia berpikir akan punya waktu bersantai jika tidak ada lagi waktu yang terbuang karena menunggu surat. Para pekerja jasa pengantar surat sudah tidak relevan dengan dunia kerja, mereka digantikan dengan jaringan tak kasat mata yang saling terhubung. Penemuan surel tidak membuat manusia bisa bersantai namun semakin sibuk, waktu menunggu surat digantikan dengan mengerjakan surat yang jumlahnya berkali-kali lipat dari sebelumnya.
Begitu halnya saat wabah coronavirus, teknologi mendorong para pekerja dapat bertemu membahas pekerjaan dengan virtual. Pada awalnya, saya cukup menyukainya apalagi saat bisa berinteraksi dengan orang lain di saat sudah beberapa bulan terkurung dalam kamar kosan karena larangan keluar rumah oleh pemerintah. Seperti halnya dengan proses pengiriman surat, rapat tatap muka langsung tentu menyita waktu kerja bukan hanya saat rapat tetapi juga perjalanan menuju ruang rapat. Dengan adanya pilihan rapat virtual, waktu akan lebih efisien.
Kenormalan baru terbentuk pasca wabah coronavirus, setiap pekerja hampir pasti diberikan laptop menggantikan komputer. Para pekerja bisa bekerja di mana saja, di ruang kerja, di kantin, di rumah, di ruang rapat, asalkan laptop punya daya dan sambungan internet dari ponsel. 
Walaupun teknologi sudah sangat maju, namun para penemu belum bisa membuat teknologi mesin waktu Doraemon agar manusia bisa kembali ke masa lalu mengkoreksi kekeliruan yang penah kita buat. Ketiadaan teknologi tersebut, membuat manusia hanya bisa meratapi masa sekarang yang sedang kita jejaki. 
Saat ini seringkali kita dijejali dengan berbagai hal yang membuat kita tidak memusatkan perhatian pada satu hal, beberapa orang memiliki kemampuan mengerjakan beberapa hal secara bersamaan tetapi beberapa lainnya mungkin tidak bisa.
Saya juga tidak tahu, siapa yang saling mempengaruhi dalam hal menciptakan disrupsi yang membuat manusia "crisis of attention", apakah teknologi yang merubah perilaku manusia atau sebaliknya kita yang membuat teknologi bergerak ke arah yang menghilangkan kemampuan kita dalam memusatkan perhatian pada satu hal saja.